Caca

1

Kenalin Aku Caca umurku 23 tahun. Aku hanya seorang pegawai kontrak biasa di salah satu instansi pemerintah. Tepatnya aku bekerja di salah satu Universitas Negeri ternama di sebuah kota kecil.

Aku pernah patah hati untuk yang pertama kalinya dalam hidupku. Aku sudah menjalin hubungan jarak jauh selama 4 tahun dan kemudian dengan sempurna aku dicampakkan dengan alasan sudah bosan dan aku dengan mudahnya ditinggalkan. Aku sudah berusaha mempertahankan namun pada akhirnya aku kalah. 

Perfect life!!!

Sempat terpuruk karna hal itu. Aku merasa dunia ini sudah berhenti berputar dan tidak ada satupun yang mampu melihatku. Hanya seperti bunga di tepi jalan. Dan tidak ada yang menghampiri untuk mencium seberapa wanginya bunga itu. Hari-hariku begitu suram. Air mataku terus menerus membasahi wajahku. Dengan bodohnya, aku bisa menghabiskan waktu seharian di bangku taman rumah hanya untuk memikirkan laki-laki yang pernah hadir dalam hidupku itu. Kenapa begini? Kenapa begitu? Aku terus bertanya-tanya. Kemudian aku lagi-lagi menangis. Jelek. Jelek sekali. Bodohnya aku menghukum diri sendiri.

Namun dari kisah yang tidak bertepi itu, aku memetik beberapa hal yang harus aku ingat. Aku belajar ikhlas. Bahwa tidak semua hal yang dimiliki harus dimiliki. Aku belajar untuk menguatkan hati. Seberapa besar kekuatanku untuk bertahan, jika itu bukan takdirku sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa memilikinya.

Aku mencoba hidup kembali.

Hingga suatu hari......

“wiiih lucu banget...” aku mengutak-atik handphoneku.

Aku baru saja siap memposting gambar di instagram. Selang beberapa detik kemudian aku sempat kaget karena sang mantan juga baru posting foto. Dan yang membuat aku kaget adalah gambar yang dipostingnya. Tangannya merangkul seorang wanita yang aku kenal ditambah dengan caption my fiance”. Tanpa sadar air mataku jatuh. Baru kusadari selama ini aku hanya sebatas ini baginya. Aku merasa seperti seekor keledai yang dungu, begitulah fikirku.

“ooh God, bodohnya aku” aku mulai menangis lagi. Luka yang pernah aku sembunyikan kini kembali terbuka. Dan rasanya menjadi lebih sakit dari sebelumnya.

“Kenapa Ca?” tanya Mika yang tiba-tiba datang menghampiriku. Aku malu. Malu pada diri sendiri dan malu kenapa aku harus menangis di depannya dan malu karena merasa dibodohi oleh laki-laki yang aku pertahankan selama ini.

Mika adalah salah satu mahasiswa tingkat akhir yang umurnya terpaut setahun di atasku, saat ini sedang mengejar jadwal wisudanya dengan beberapa mahasiswa seangkatannya.

“harus banget sakitin Caca!!” lirihku tanpa sadar dan mengeluarkan kata-kata yang harus membuatku bercerita.

“Ha? Siapa? Apanya yang sakit Ca?” Mika terlihat bingung menggaruk-garuk kepalanya.

“Caca ga tau Miiiik, yang jelas Caca lagi ga baik-baik aja. Sorry jadi cerita. Caca uda ga ada kawan cerita lagi”. Jawabku sesungukan sambil terus-terusan mengelap ingus dan air mata yang sudah berjatuhan tak terkendali.

“Cerita aja Ca, biar Caca lebih tenang” ucap Mika masih tidak percaya apa yang aku alami. 

“Caca ngerasa bodoh banget selama ini. 4 tahun uda ngejalanin tapi ternyata harus kandas dengan cara seperti ini rasanya sakit banget. Memang akhir-akhir ini hubungan kami ga harmonis. Tapi Caca ga nyangka aja secepat ini dia dapet pengganti Caca. Caca bukannya ngelarang. Caca ga tau gimana jelasinnya. Tapi coba Mika bayangin kalo itu Mika. Caca iklas dia dengan siapa aja, hanya saja saat ini emosi Caca tidak terkontrol” kugepal tanganku dan terus memukul-mukul dada yang terasa sangat sesak.

“LDR ya Ca? Selama bertahun-tahun?”

“iya. Abisnya Caca bodoh. Bodoh banget Mika L”. Tangisku menjadi-jadi.

“Hmm. Caca ga bodohlah. Ya dia yang bodoh. Ambil baiknya aja Ca. Berarti dia ga pantas buat Caca”. 

“Iya Mika. Tapi Caca ga nyangka aja. Caca terlalu percaya sama dia”.

“terkadang namanya orang uda sayang ya gitu Ca, bawaannya percaya aja”.

i feel so stupid L”. Tak bisa kusembunyikan air mataku.

“kalau mau bersedih hati ga apa-apa Ca. Wajar koo. Bukan bodoh. Yaah tapi orang kayak gitu jangan lama-lama disedihin. Hmm. Cowonya seumuran Caca atau lebih tua?”

“seumuran. Keluarga Caca juga uda ikut-ikutan percaya sama dia. Dia pacar pertama Caca, Mik. Jadi kerasa banget sakitnya. Kesehariannya taat banget sama agama. Makanya Caca ga nyangka dia kaya gitu. Caca ga pernah mau pacaran Mik karna Caca ga suka dipermainkan. Caca pikir hanya akan memilih sekali dalam seumur hidup tapi ternyata Caca salah”.

“Namanya manusia Ca, sepintar-pintar kita menilai kadang tetap ada kurangnya”.

“iya Mika. Ternyata Caca uda salah menilai”.

“sedihnya jangan lama-lama Ca. Sebentar lagi datang samurai selamatin Caca”. Candanya mencoba menyemangatiku.

Aku pun mulai tersenyum kembali dan air mataku berhenti mengalir. Rasanya lega. Puas. Dan nyaman sekali bercerita sama Mika. Walaupun aku baru mengenalnya.

“ Maaf Mik, Caca jadi cerita sama Mika”.

“Ga apa-apa Ca. J

“Makasi banyak Mika”.

“Ca....”. Panggilnya lembut.

“ ya Mik..”

“dapat salam dari Toto kucingnya Mika.  Toto bilang ‘dia yang seperti itu menunjukkkan dimana dia pantas berada. Dan terbukti, dia tidak pantas berada didekatmu”.

“hehehe salam balik buat Toto dari Ecu kucingnya Caca”.

“Caca suka kucing juga? Ga takut?” tanya Mika bengong.

“Caca paling suka kucing Mik. Hehehehe”.

Tanpa terasa kami jadi ngobrol begitu lama. Berawal dengan cerita sedihku sampai ke cerita hobi masing-masing. Dan ternyata kami sama-sama penggila kucing, komik dan anime. Ga nyangka banget. Aku mulai tersenyum kembali. Suasana kembali mencair dan hangat kembali. Ceritanya dan becandaannya membuat goresan di pipiku kembali mengembang 3 cm. Ya. Aku tersenyum kembali.
Next : Taman Kucing

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel