Caca
04 January 2017
1
Kenalin
Aku Caca umurku 23 tahun. Aku hanya seorang pegawai kontrak biasa di salah satu
instansi pemerintah. Tepatnya aku bekerja di salah satu Universitas Negeri
ternama di sebuah kota kecil.
Aku
pernah patah hati untuk yang pertama kalinya dalam hidupku. Aku sudah menjalin
hubungan jarak jauh selama 4 tahun dan kemudian dengan sempurna aku dicampakkan
dengan alasan sudah bosan dan aku dengan mudahnya ditinggalkan. Aku sudah
berusaha mempertahankan namun pada akhirnya aku kalah.
Perfect life!!!
Sempat
terpuruk karna hal itu. Aku merasa dunia ini sudah berhenti berputar dan tidak
ada satupun yang mampu melihatku. Hanya seperti bunga di tepi jalan. Dan tidak
ada yang menghampiri untuk mencium seberapa wanginya bunga itu. Hari-hariku
begitu suram. Air mataku terus menerus membasahi wajahku. Dengan bodohnya, aku
bisa menghabiskan waktu seharian di bangku taman rumah hanya untuk memikirkan
laki-laki yang pernah hadir dalam hidupku itu. Kenapa begini? Kenapa begitu? Aku terus bertanya-tanya. Kemudian
aku lagi-lagi menangis. Jelek. Jelek sekali. Bodohnya aku menghukum diri
sendiri.
Namun
dari kisah yang tidak bertepi itu, aku memetik beberapa hal yang harus aku
ingat. Aku belajar ikhlas. Bahwa tidak semua hal yang dimiliki harus dimiliki.
Aku belajar untuk menguatkan hati. Seberapa besar kekuatanku untuk bertahan,
jika itu bukan takdirku sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa memilikinya.
Aku
mencoba hidup kembali.
Hingga
suatu hari......
“wiiih
lucu banget...” aku mengutak-atik handphoneku.
Aku
baru saja siap memposting gambar di instagram. Selang beberapa detik kemudian
aku sempat kaget karena sang mantan juga baru posting foto. Dan yang membuat aku
kaget adalah gambar yang dipostingnya. Tangannya merangkul seorang wanita yang
aku kenal ditambah dengan caption “my fiance”. Tanpa sadar air mataku
jatuh. Baru kusadari selama ini aku hanya sebatas ini baginya. Aku merasa seperti seekor keledai yang dungu, begitulah fikirku.
“ooh
God, bodohnya aku” aku mulai menangis
lagi. Luka yang pernah aku sembunyikan kini kembali terbuka. Dan rasanya
menjadi lebih sakit dari sebelumnya.
“Kenapa
Ca?” tanya Mika yang tiba-tiba datang menghampiriku. Aku malu. Malu pada diri
sendiri dan malu kenapa aku harus menangis di depannya dan malu karena merasa dibodohi
oleh laki-laki yang aku pertahankan selama ini.
Mika
adalah salah satu mahasiswa tingkat akhir yang umurnya terpaut setahun di
atasku, saat ini sedang mengejar jadwal wisudanya dengan beberapa mahasiswa
seangkatannya.
“harus
banget sakitin Caca!!” lirihku tanpa sadar dan mengeluarkan kata-kata yang
harus membuatku bercerita.
“Ha?
Siapa? Apanya yang sakit Ca?” Mika terlihat bingung menggaruk-garuk kepalanya.
“Caca ga tau Miiiik, yang jelas Caca lagi ga baik-baik aja. Sorry jadi cerita. Caca uda ga ada kawan cerita
lagi”. Jawabku sesungukan sambil terus-terusan mengelap ingus dan air mata yang
sudah berjatuhan tak terkendali.
“Cerita aja Ca, biar Caca lebih tenang” ucap Mika masih tidak percaya apa yang aku alami.
“Caca ngerasa bodoh banget selama ini. 4 tahun uda ngejalanin tapi ternyata harus kandas dengan cara seperti ini rasanya sakit banget. Memang akhir-akhir ini hubungan kami ga harmonis. Tapi Caca ga nyangka aja secepat ini dia dapet pengganti Caca. Caca bukannya ngelarang. Caca ga tau gimana jelasinnya. Tapi coba Mika bayangin kalo itu Mika. Caca iklas dia dengan siapa aja, hanya saja saat ini emosi Caca tidak terkontrol” kugepal tanganku dan terus
memukul-mukul dada yang terasa sangat sesak.
“LDR
ya Ca? Selama bertahun-tahun?”
“iya.
Abisnya Caca bodoh. Bodoh banget Mika L”. Tangisku menjadi-jadi.
“Hmm.
Caca ga bodohlah. Ya dia yang bodoh. Ambil baiknya aja Ca. Berarti dia ga
pantas buat Caca”.
“Iya
Mika. Tapi Caca ga nyangka aja. Caca terlalu percaya sama dia”.
“terkadang
namanya orang uda sayang ya gitu Ca, bawaannya percaya aja”.
“i feel so stupid L”. Tak bisa kusembunyikan
air mataku.
“kalau
mau bersedih hati ga apa-apa Ca. Wajar koo. Bukan bodoh. Yaah tapi orang kayak
gitu jangan lama-lama disedihin. Hmm. Cowonya seumuran Caca atau lebih tua?”
“seumuran.
Keluarga Caca juga uda ikut-ikutan percaya sama dia. Dia pacar pertama Caca,
Mik. Jadi kerasa banget sakitnya. Kesehariannya taat banget sama agama. Makanya
Caca ga nyangka dia kaya gitu. Caca ga pernah mau pacaran Mik karna Caca ga
suka dipermainkan. Caca pikir hanya akan memilih sekali dalam seumur hidup tapi
ternyata Caca salah”.
“Namanya
manusia Ca, sepintar-pintar kita menilai kadang tetap ada kurangnya”.
“iya
Mika. Ternyata Caca uda salah menilai”.
“sedihnya
jangan lama-lama Ca. Sebentar lagi datang samurai selamatin Caca”. Candanya
mencoba menyemangatiku.
Aku
pun mulai tersenyum kembali dan air mataku berhenti mengalir. Rasanya lega.
Puas. Dan nyaman sekali bercerita sama Mika. Walaupun aku baru mengenalnya.
“
Maaf Mik, Caca jadi cerita sama Mika”.
“Ga
apa-apa Ca. J”
“Makasi
banyak Mika”.
“Ca....”.
Panggilnya lembut.
“
ya Mik..”
“dapat
salam dari Toto kucingnya Mika. Toto
bilang ‘dia yang seperti itu menunjukkkan dimana dia pantas berada. Dan
terbukti, dia tidak pantas berada didekatmu”.
“hehehe
salam balik buat Toto dari Ecu kucingnya Caca”.
“Caca
suka kucing juga? Ga takut?” tanya Mika bengong.
“Caca
paling suka kucing Mik. Hehehehe”.
Tanpa
terasa kami jadi ngobrol begitu lama. Berawal dengan cerita sedihku sampai ke
cerita hobi masing-masing. Dan ternyata kami sama-sama penggila kucing, komik dan
anime. Ga nyangka banget. Aku mulai tersenyum kembali. Suasana kembali mencair
dan hangat kembali. Ceritanya dan becandaannya membuat goresan di pipiku
kembali mengembang 3 cm. Ya. Aku tersenyum kembali.
Next : Taman Kucing