Mas Bewok
13 April 2017
19
Mas Tommy lagi-lagi menghubungiku, mengajakku makan siang. Aku berfikir panjang. Haruskah aku? Haruskah aku? Aku meminta saran dari Tari. Kemudian akupun mengiyakan ajakan Mas Tommy. Dia datang menjemputku. Anehnya dia langsung mengenaliku. Begitu juga denganku. Kami menuju tempat makan siang favoritku. Setibanya aku terdiam beberapa saat tidak percaya dengan apa yang aku lakukan. Aku membolak-balikkan daftar menu. Bingung ingin memesan apa. Pikiranku masih tertuju pada Mika. Dan aku mencoba untuk memperhatikan Mas Tommy. Diaterlihat begitu grogi. Dia bercerita sedikit tentangnya dan keluarganya. Aku melihat ke dalam bola matanya. Begitu tenang dan santun. Namun juga terlihat rasa takut yang luar biasa.
Aku mencoba tersenyum untuk menenangkannya. Dia membalas senyumku. Senyumnya begitu manis, bulu-bulu di wajahnya menegaskan mimiknya. Tinggi yang semampai ditambah dengan postur kurusnya. Lucu.
Previous: Aku Menunggumu Mik
“kamu lucu juga mas” hatiku berbisik.
Tatapan matanya membuyarkan lamunanku, kembali mengingat Mika. Mika akan banyak bercerita jika melihatku terdiam begini, pikirku. Dan aku suka mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya. Walaupun aku tidak begitu mengerti dengan semua ceritanya. Aku mendengarkan dan tidak ingin melewatkan satu katapun yang keluar. Mika, kenapa kamu selalu bermain di kapalaku? Mika kenapa kamu berubah? Adakah yang salah?
“kenapa Ca?” tanya Mas Tommy tiba-tiba.
“ga kenapa-napa Mas.”
“ga suka ya sama makanannya?”
“ga koo mas, Caca suka” aku menghabiskan makan siangku. Anehnya aku menghabiskan seporsi nasi goreng seafood kesukaanku yang biasanya ga pernah habis. Makan siangpun berakhir. Tidak terlalu banyak bicara pada pertemuan pertama ini. Sifat pemalunya sama sepertiku. Dia mengantarkanku kembali ke kantorku dan disepanjang jalan terus terdiam.
“makasi ya Ca” pamitnya.
“sama-sama Mas” balasku.
Sepanjang waktu aku tersenyum, aku merenung. Aku tersenyum mengingat tingkah mas Tommy yang terlihat malu-malu sama seperti seekor kucing liar yang ditawarkan makanan. Dan aku merenung mengingat Mika, aku seperti kehilangan semangat hidupku. “Tuhaaan tolong tetapkan hatiku.Sudah saatnyakah aku menjemput keyakinanku? Sudah saatnyakah aku istiharah?” Aku bertingkah seperti orang bodoh. Aku semakin bingung. Kuraih handphoneku. Aku menghubungi Tari.
Caca: “Tar, Caca baru saja siap makan siang sama Mas Tommy.”
Tari: “Iya, terus gimana Ca, sukses?” tanya Tari dari seberang.
Caca: “Sukses siih Tar, dan Caca jadi tambah bingung. Dia pemalu Tar, sopan dan kalem banget.”
Tari: “Jadi kalian bahas apa?”’
Caca: “nanya-nanya masih hal biasa, hal-hal umum. Orangnya manis banget Tar, berewokan, tinggi kurus.”
Tari: “jadi gimana? Uda mulai berpaling?” canda Tari.
Caca: “Ga Tar, meskipun sekarang Mika berubah, Caca masih ngarepin Mika. Dan Caca masih ngerasa terlindungi di bawah Mika. Caca masih ingin liat Mika. Mika cerita. Mika tertawa. I feel more confident beside him. He protects me like a queen.” Aku mulai terisak kembali.
Tari: “Iya Ca. Nanti Caca Pasti bisa liat Mika lagi waktu kita doubledate.”
Caca: “iya Caca ingin ketemu Mika sebenarnya. Tapi Caca takut, takut kalau Mika memang uda ga ingin ketemu sama Caca lagi. Mau jauhin Caca. Dan mungkin ini petunjuk Allah Tar biar Caca bisa tetap pendiriannya. Tapi Mikaaaaa ...” tak bisa aku menahan air mataku. Ku tutup wajahku dengan kedua tanganku.
Tari: “mungkin Ca. Jadi Caca uda ga mau ketemu Mika lagi?”
Caca: “Mau siih Tar. Tapi Caca ga mau nyakitin Mika seandainya Mika bukanlah jodoh Caca.”
Tari: “iya tapi tetap aja kita bakal ketemu lagi nanti waktu kita lunasi semua janji-janji kita ke mereka.”
Caca: “Hmm. Mungkin kalau begini terus Caca yang akan mundur”.
Tari: “berarti Mika bukan jodoh Caca” hibur Tari.
Caca: “Taaar, sejujurnya Caca masih mengharapkan Mika Praditya Tar. Caca terima semua kekurangan dan kelebihan dia. Tapi apa Mika memilih Caca?” aku tidak bisa mengontrol air mataku.
Tari: “Tari ga bisa ngasi jawaban apa-apa Ca. Jangan nangis Ca”.
Caca: “Caca ga bisa apa-apa . Mungkin Caca juga harus belajar untuk kenal Mas Tommy lebih dekat ya Tar. Ga ada salahnya kan? Dia juga orang baik”.
Tari: “Iya Ca. Ga ada salahnya koo, kan status Caca masih single. Jangan berpatok dengan satu cowo yang belum pasti”.
Caca: “Hmm Caca memang bodoh Tar. Belum apa-apa sudah berharap. Mulai sekarang Caca akan coba semua jalan yang Tuhan tunjukkan, semoga Caca bisa ya”.
Tari: “Iya Ca, semangat ya.”
Caca: “Iya Tar, makasi. Oh ya seharian ini Mika ga pernah nge-BM Caca lagi. Caca ga ngerti kenapa. Dia juga bikin PM (personal message) “aku yang salah” dan Caca ga tau kenapa”.
Tari: “Tari juga ga tau Ca. Nanti kita pastiin Ca.”
Caca: “Tar, kemari itu waktu Mas Tommy sering-sering ngehubungi Caca, dia sempet ngebahas katanya kapan Mas bisa ngelamar Caca? Tapi Caca bilangin Caca masih butuh waktu dulu. Dan sebenarnya kalau Caca bisa berterus terang waktu itu ntuk Mika Tar. Dan Mika ga akan pernah tau kan kalau Caca ingin memilih Mika”.
Tari: “jangan mikir yang aneh-aneh Ca. Kita liat nanti kalo dalam minggu ini ga ada kabar dari Mika ya uda ga usa dipikirin lagi. Mungkin jodoh Caca memang Mas Tommy.
“..........”
To be continued ...