Makan Malam Bersama Mas Tommy

27

Makan malam bersama Mas Tommy


Aku memilih baju yang cocok denganku malam ini. Walaupun tidak begitu bersemangat tetapi aku tidak ingin memperlihatkannya. Sesaat setelah aku berkemas. Mas Tommy sudah tiba menjemputku makan malam. Aku keluar menghampirinya. Dia menyapaku dengan senyum dan aku membalasnya. Sepanjang jalan aku hanya terdiam. Yang ada di pikiranku hanya ‘gimana kalo ketemu Mika?’ justru Mika yang aku khawatirkan sepanjang jalan. Aku tidak tau harus berbicara apa dan memulai dari mana. Mas Tommy pun banyak terdiam. 

Previous: Secangkir Kopi Pahit

Kami tiba di sebuah tempat makan. Aku langsung memesan porsiku berharap agar cepat selesai dan pulang. Sepanjang waktu aku hanya melontarkan pertanyaan-pertanyaan basi yang justru tidak ingin aku tanyakan. Haaaah ada apa denganku ini. Seburuk inikah aku? Aku bener-bener ga ngerti sama jalan pikiranku sendiri. Mungkin waktu yang kurang tepat. Jika saja kau datang di waktu yang berbeda mungkin akan berbeda juga ceritanya Mas. Aku mendesah.

Selesai makan malam Mas Tommy lanjut mengajakku ke sebuah coffee shop. Aku hanya mengangguk menuruti. Mas Tommy terlihat bersemangat. Dia mempersilakan aku duduk disebuah kursi yang dia tarik untukku “terimakasih” ucapku lembut. 

Dia kelihatan grogi, memainkan gantungan kuncinya. Aku menarik gantungan kunci yang sedang dimainkannya.

“Mas, grogi ya? Hehe” aku mencoba tertawa untuk mencairkan suasana. 

“Hehehe, Iya Ca. Maaf ya Mas kaku banget orangnya”.

“ga apa-apa koo”.

“Caca, tadi seharian ngapain aja? Jadi tadi ngopi bareng temen-temennya?”

“biasa aja. Ga ada yang special. Pulang ngopi tadi Caca langsung siap-siap. Hehehe” jawabku sambil memainkan secangkir coklat hangat yang aku pesan. 

“Ca, main catur yoo” ajaknya melirik ke sebuah catur yang nganggur. 

“sorry, Caca ga ngerti main catur hehe” jawabku polos. 

“yaaah, ya uda deh. Beso Caca mau ngapain?” tanyanya lagi.......

Obrolan itupun mengantarkan kami pada jam 10 malam. Mas Tommy mengantarkanku pulang. 
Kemudian Mas Tommy menghubungiku lewat BBM.

M.T : gimana Ca dengan Mas? Nyaman? Mas ga romantis orangnya kan. 

Caca: nyaman koo. Kan Mas ga sedingin itu juga. 

M.T: Caca yakin ga sama Mas? Mas ga punya apa-apa.

Caca: punya hati kan? (candaku. Berat. Berat rasanya untuk berkomunikasi dengannya. Hatiku terus tertuju pada Mika. Tetapi aku tidak boleh egois dan aku harus tetap mencobanya).

M.T: iya Mas Cuma punya hati. Harta belum ada Ca.

Caca: Caca juga ga puynya apa-apa mas. 

M.T. : Caca kan perempuan. Yang harus punya apa-apa itu Mas seharusnya, untuk biayai keperluan Caca nanti. 

Caca: yaa. Tapi kan Caca juga bole ngebantuin penuhi keperluan sehari-hari.

M.T: nanti Caca capek. 

Caca: ga masalah koo. Asalkan Mas ga marah-marah sama Caca kalo apa yang Mas inginkan ga sanggup Caca penuhi mungkin suatu hari nanti. Mas pemarah ga?

M.T: Iya. Mas ga akan marah koo. Ya kadang-kadang pernah marah juga. Mas kalo marah yang penting jangan dijawab Ca. Diam aja. Mas kalo marah biasanya diam juga.

Caca: hmm.. Caca juga diam aja. Tapi kalo misalnya jodoh jangan diamin Caca ya. Caca pasti langsung nangis kalo mas marah. Hehe.

M.T.: kalo sudah jodoh yang namanya ribut itu pasti ada Ca. Katanya itu bumbu rumah tangga. Hanya saja gimana kita sama-sama dingin dalam menyikapinya. Kalo uda liat orang nangis Mas ga bisa marah lagi. hehe 

Ku tutup malam itu dengan ucapan selamat malam, semoga esok hari jadi lebih baik. Aku meraih selimutku dan mulai tertidur. Terlelap dalam semua angan. Dan melupakan sejenak semua keluhan. 

To be continued . . . 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel