Memories in 2 Weeks
14 June 2017
Pagi hari adalah kesempatan terbaik untuk mengatur mood. Membuat harapan-harapan baru dan mencapainya dengan semangat menggebu. Aku menyingkirkan selimut hangatku. Mengucek mata dan jam dinding menunjukkan waktunya solat subuh. Langkah kakiku menuju kamar mandi dan kuraih handuk. Dinginnya air mulai mengguyurku. Segar sekali. Aku menunaikan solat subuh dan membuat sarapan bertemakan keju dan selembar roti tidak lupa dilengkapi dengan segelas susu. Ku awali hari ini dengan semangat baru. Setelah berkemas aku berangkat kerja seperti biasa. Cuaca begitu cerah, sepertinya cocok untuk berjalan kaki.
Aku melakukan tugasku sebagai seorang sekretaris. Tidak begitu sibuk hari ini. Aku masih sempat melanjutkan tulisan-tulisanku. Kemudian Tari mendatangiku ke kantor yang merupakan kampusnya juga.
Previous: Makan Malam Bersama Mas Tommy
“Hallo” sapaku.
“semalam gimana Ca?” tanya Tari penasaran. Moodku mulai berubah karena satu pertanyaan itu.
“ya biasa aja Tar, makan malam terus ngobrol-ngobrol”
“koo Caca ga semangat gitu Ca? Kenapa? Mikirin Mika?”
“ntahlah Tar. Aneh banget rasanya cerita ini. Dramatis. Bisa jadiin inspirasi sebuah novel. Hehehe. Hmmm. Ngomong-ngomong bikin novel, waktu kami ke toko buku dulu Mika pernah nyuruh Caca bikin novel, Mika jadi tokoh utama cowonya dan Caca cewenya. Si Tukang Usil itu antagonisnya. Duh gila ya Tar. Pokoknya kenangan sama Mika walaupun singkat tapi lengket banget di ingatan. Beda banget sama kenangan bareng mantan dulu. Sebel ga siih? hehehe”
“belum sebulan ditinggal kenangannya uda banyak banget ya Ca. Hehehe”
“iya ni. Padahal Cuma 2 minggu tapi manis banget rasanya. Ternyata kebahagiaan Caca Cuma berkisar 2 minggu aja ya Tar hehe” candaku menyembunyikan luka yang sesungguhnya.
“nikmati aja Ca, jangan dibuat sedih” pinta Tari yang mengetahui kebohonganku.
“iya Caca bersukur koo karna Mika berhasil mengembalikan senyum Caca. Dan semenjak kehadiran Mika Caca berhasil tertawa lepas lagi walaupun cuma berkisar 2 minggu. Hehe iya kan”
“hmm. Oya Caca uda cari tau gimana kepribadiannya Mas Tommy lewat medsosnya?” Tari mencoba mengalihkan pembicaraan.
“uda Tar, cewe kalo uda stalking kan melebihi agen FBI haha. Dari Facebook kebanyakan Caca cek commentnya. Balasannya ya gitu,kelihatan sopat. Cuman banyak yang godain gitu. Ganteng lah, keren lah, au ah.”
“Keren dong. Kayanya jadi istri dia bakalan banyak godaan ya, mesti sabar banyak-banyak hehehe”
“mungkin, hehehe. Tapi kayanya dia bukan orang yang mudah tergoda deh. Buktinya aja dia setahun nyariin Caca dan ga nyoba nyari orang lain, tapi entahlah Caca ga tau gimana kepribadian Mas Tommy yang sebenarnya”.
“iya sih Ca, walaupun dia ga tergoda tapi kesal juga kalo ada yang godain dia kan hehehe”
“Hmm. Hehehe oh ya hari itu Mas Tommy nawarin jemput Caca kerja. Caca nolak. Caca nolak karna ada perasaan seseorang yang Caca jaga. Ternyata orang itu uda mundur duluan tanpa tau hal yang jelas. Bahkan sampe sekarang dia ga akan tau kalo Caca bisa aja menghilang selamanya kan. Hehe” aku tersenyum getir dan menunduk lemas. Sejauh apapun Tari mencoba mengalihkan pembicaraan, namun aku tetap memikirkan Mika. Aku memang payah.
“Iya Ca. Mungkin Mika bukan yang terbaik untuk Caca makanya Mika memilih untuk mundur” semangat Tari. Tapi menambah luka dihatiku.
“hmm iya Tar” jawabku lesu.
“Tapi Ca, besok Sabtu masi inget kan kalo Caca harus lunasin janji Caca dulu”
“yang manaTar?” tanyaku bingung.
“itu lho, inget ga waktu Caca sakit, kita kan taruhan Mika bakalan datang ato engga. Kalo dia temenin, Caca dan Mika harus karoekean berdua. Kalo ga ya Tari sama Tama”.
“Hmm ooh iya ya Caca inget sekarang, gimana ya Tar. Caca uda ga semangat karna Mika uda berubah gitu.”
“anggap aja ini sebagai pertemuan perpisahan kalian Ca”
“Iya deh Tar”. Jawabku akhirnya.
To be continued . . .