Bermeditasi dengan Cara Menulis
12 February 2018
Bagiku menulis itu salah satu caraku bermeditasi, berdamai dengan hati maupun dunia. Menulis mampu menyelami alam pikiranku sejauh pencarian atlantis. Mendengar gemeretak keyboard beradu huruf antara satu dan lainnya bak mendengarkan fur elise permainan piano sang komposer klasik, Ludwig Van Beethoven. Mengalun begitu indah hingga mampu menyelamiku pada era tahun 1810.
Meskipun tidak selamanya aku menulis dengan keyboard, aku tetap pecinta ballpoint pen atau lebih dikenal dengan sebutan bolpen atau pulpen. Aku tetap menyukai desisan sentuhan pena dan kertas. Tidak ada yang lebih mesra dibandingkan apapun antara pertemuan kertas dan pena. Dalam dunia tulis menulis tentunya.
Aku bebas menorehkan pena dalam bentuk garis, titik-titik, halus kasar bahkan jenis huruf yang tidak tertera yang ditawarkan setiap komputer atau laptop manapun.
Tulisan-tulisan tangan yang dihasilkan oleh masing-masing tangan mampu menggambarkan karakteristik dan emosi personalnya.
Dengan menulis aku bisa mengungkapkan apapun, meski bibirku tidak pernah berucap, mulutku tidak pernah bersuara, namun suara yang terlanjur terperangkap dalam tulisanku mampu mengantarkan sedikit maksudku. Bahkan hingga di hari esok dan esoknya lagi. Ketika aku kembali membuka lembaran yang telah aku tulis, aku masih bisa mengingat garis besar hal-hal apa saja yang pernah aku lewati. Mampu mengembalikan ingatan yang sempat tertimbun oleh hal-hal baru. Mampu memberiku semangat dan pelajaran dari apa yang pernah aku tulis dan alami.
Tak ayal bagiku ketika hendak menulis, aku bisa melamun sepanjang waktu. Bermaksud meneruskan imajinasi yang hendak aku tulis. Bermaksud menemukan kata perkata yang hendak aku gandengkan menjadi sebuah kalimat.
Aku menulis kemudian mencoretnya kembali kemudian menulis lagi. Atau aku mengetik kemudian mengandalkan tombol backspace guna menghapusnya kembali kemudian aku kembali menyentuh huruf demi huruf. Begitulah aku mewarnai hari-hariku.
Ketika menulis bukan tidak mungkin jika aku kadang kala akan mencurahkan segala emosiku hingga membuat mataku terus mengantongi air-air yang sedikit asin itu. Bukan pula tidak mungkin jika aku akan terus tersenyum hingga tulisan itu menutupi seluruh kertas yang aku genggam. Setelah aku menorehkan itu semua, tidak sedikit bebanku juga ikut terangkat dan senyumku kembali mengembang.
Mungkin kita sering mendengar menulis adalah rekaman jejak, ya dan itu adalah benar. Menulis mampu merekam setiap kejadian, setiap moment, setiap hal yang ingin kita ingat, bagaimana perjalanan hidup ini terlewati hari perhari, minggu per minggu, bulan ke bulan hingga tahunan. Dengan menulis mampu menghidupkan suasana, menghidupkan tokoh yang fana, dan menghidupkan kembali kenangan yang sudah terkubur lama.
Aku tidak pintar dalam menulis, tidak pula mempelajari khusus perihal ini. Tetapi aku akan terus menulis meskipun setelah aku membacanya kembali, masih ada kebingungan di dalamnya. Namun masih ada hal lain yang aku peroleh ketika aku menulis. Aku harap suatu hari nanti tulisanku akan lebih berguna, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.
Aku tidak pintar dalam menulis, tidak pula mempelajari khusus perihal ini. Tetapi aku akan terus menulis meskipun setelah aku membacanya kembali, masih ada kebingungan di dalamnya. Namun masih ada hal lain yang aku peroleh ketika aku menulis. Aku harap suatu hari nanti tulisanku akan lebih berguna, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.