Just a Thought
18 March 2019
Tentu dari kita tidak pernah luput dari benda satu ini. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bercermin menjadi ritual wajib yang dilakukan sebelum meninggalkan rumah maupun sebaliknya. Hal yang diperhatikanpun beragam. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga ke printilan-printilan kecil sekalipun. Mulai dari anakan rambut yang berantakan hingga liur yang masih melekat erat di pipi. Iyuuuh.
Tetapi terlepas dari outfit, sudah benar-benarkah kita telah bercermin? Apakah kita sesering itu juga "bercermin"?
Ok mari kita diskusi...
Bercermin yang kita maksud sekarang ini adalah bukan hanya soal pantulan diri tetapi juga jati diri. Seberapa seringkah kita melihat pantulan diri kita ini? Apa yang telah kita lakukan? Apakah yang membawa kita sejauh ini? dan blah blah blah lainnya.
Pernahkah kita berfikir, seringkali perlakuan yang kita dapatkan adalah dampak dari diri kita sendiri?
Atau sama halnya ketika kita sedang dirundung masalah, kerap kita justru malah menyalahkan keadaan, merasa hidup tidak adil "kenapa dunia ini begitu kejam padaku?" Pernahkah kita bisa menjawab pertanyaan ini? Yang bisa saja hal-hal itu terjadi karna faktor dari diri kita. Bukankah apa yang kita tanam itu yang kita tuai? Misalnya saja kita kerap menyia-nyiakan waktu selagi luang tapi di balik itu waktu akan kembali mengintimidasi atas perlakuan kita tadi.
Tapi tentu saja di balik itu semua adalah proses pembelajaran diri. Proses pendewasaan. Masalah yang hilir mudik tentu saja menjadi pelajaran berharga yang bisa kita kutip dari setiap ceritanya. Proses inilah yang mengindahkan cerita kita. Sehingga kita dan yang lainnya tidak akan pernah sama. Setiap orang memiliki tolok ukur masing-masing untuk mengukur seberapa banyakkah kadar kesenangan dan kesedihan yang mampu mempengaruhi diri kita.
Dan pada akhirnya masalah inilah yang memberikan warna bagi kehidupan kita. Memberikan tanjakan dan turunan pada perjalanan hidup kita. Sehingga perjalanan itu menjadi lebih tertantang dan pada saat mencapai tujuan kita akan merasa lebih puas dengan apa yang telah berhasil kita lewati.
Disinilah fungsi cermin bisa kita manfaatkan untuk mengenal siapakah kita. Apa saja yang perlu kita perbaiki. Kitalah yang lebih mengerti dan yang bisa mengontrol diri kita.
(Bil, lu dateng-dateng ngoceh ae :p )
Yaa maafkanlaaaaaaah kalau memang tidak setuju.
Pernahkah kita berfikir, seringkali perlakuan yang kita dapatkan adalah dampak dari diri kita sendiri?
Atau sama halnya ketika kita sedang dirundung masalah, kerap kita justru malah menyalahkan keadaan, merasa hidup tidak adil "kenapa dunia ini begitu kejam padaku?" Pernahkah kita bisa menjawab pertanyaan ini? Yang bisa saja hal-hal itu terjadi karna faktor dari diri kita. Bukankah apa yang kita tanam itu yang kita tuai? Misalnya saja kita kerap menyia-nyiakan waktu selagi luang tapi di balik itu waktu akan kembali mengintimidasi atas perlakuan kita tadi.
Tapi tentu saja di balik itu semua adalah proses pembelajaran diri. Proses pendewasaan. Masalah yang hilir mudik tentu saja menjadi pelajaran berharga yang bisa kita kutip dari setiap ceritanya. Proses inilah yang mengindahkan cerita kita. Sehingga kita dan yang lainnya tidak akan pernah sama. Setiap orang memiliki tolok ukur masing-masing untuk mengukur seberapa banyakkah kadar kesenangan dan kesedihan yang mampu mempengaruhi diri kita.
Dan pada akhirnya masalah inilah yang memberikan warna bagi kehidupan kita. Memberikan tanjakan dan turunan pada perjalanan hidup kita. Sehingga perjalanan itu menjadi lebih tertantang dan pada saat mencapai tujuan kita akan merasa lebih puas dengan apa yang telah berhasil kita lewati.
Disinilah fungsi cermin bisa kita manfaatkan untuk mengenal siapakah kita. Apa saja yang perlu kita perbaiki. Kitalah yang lebih mengerti dan yang bisa mengontrol diri kita.
(Bil, lu dateng-dateng ngoceh ae :p )
Yaa maafkanlaaaaaaah kalau memang tidak setuju.